PUBLISHED BY

alamuda

DESIGNED BY

jangan paksa aku berjalan jika aku ingin terbang

13 Maret 2011

DEMI JANUR KUNING, AKU RUGI LIMA RIBU

Perut ku dari pagi belum di isi, pukul tiga sore lewat lima belas menit kami mendarat pulang ke pontianak. "Lapar bang" kataku pada saudara laki-lakiku. Abang hanya tersenyum, dia rogoh saku bajunya yang hampir bolong karena keseringan dipakai. "Sisa dua puluh empat ribu rupiah dek" kata abang. Kami tertawa bersama.

Setelah tiba di rumah, ku hempaskan badan di kursi, penat rasanya selama perjalanan menuju pulang tadi. Abang ku menghampiri, "Dek, mau ikut ndak?" aku menoleh lesu, "kemana?" dia hanya tersenyum dan menyuruhku mengikutinya menuju motor. "Kita beli amplop yuk, inikan hari minggu". MAKSUD LOH???????

Aku hanya diam dan ikut kemana dia pergi, padahal sebenarnya aku ingin tidur saking capeknya. Motor yang kami naiki berhenti di sebuah warung samping trotoar. "Beli amplop bu" kata abang sambil menyerahkan uang seribu. ibu warung menyerahkan amplop dan kembalian uang. Kami jalan lagi.

Hampir lima belas menit berkeliling kota, kami berhenti di sebuah rumah yang ada janur kuningnya. Aku baru mengerti apa maksudnya tadi, KAMI PERGI UNDANGAN PERNIKAHAN... hehe, aku senyum sambil mengelus perutku yang lapar di parkiran (MAKAN ENAK), tapi ada yang mengganggu pikiranku, tampilanku yang seadanya dengan celana jeans, kaus oblong dan sendal jepit butut. Tidak seperti abang yang tampil dengan baju formal yang rapi, wangi pula.

Kami masuk dan bersalaman dengan penyambut tamu, kemudian langsung ditunjukkan lokasi prasmanan berada. Aku dan abang mengambil porsi sesuai jatah makan kami, hehe, lauk dan nasi hampir penuh di piring. Kami duduk di antara tamu lain. Abang makan lahap, ngebut seperti lomba tujuh belas agustus. Aku juga, saking senangnya, nasi yang ku lahap tanpa sisa, yang kusisakan hanya sendok dan garpunya, piringnya juga.

Setelah kenyang, kami duduk bersandar di bangku. "Enak kan dek?" katanya. aku hanya tersenyum mengangguk. Hampir mengantuk aku karena merasa kenyang.

Setengah jam berlalu, abang mengeluarkan amplop, "dek, ada lima ribu?" ku rogoh saku jeans, pas lima ribu rupiah. Aku senyum lalu kuberikan padanya. Lalu dikeluarkannya amplop yang di beli tadi, dimasukkannya uang lima ribu rupiah ke dalam amplop. Kami beranjak menuju pelaminan kedua mempelai.

Kami salaman ke mempelai laki-laki, mempelai perempuan, dan yang mendampingi. Tidak lupa photo-photo. Abang lalu memasukkan amplop ke dalam tempat yang disediakan. Kemudian kami pulang.

Diperjalanan pulang aku tanya "tadi itu teman abang ya?" abang kelihatan tersenyum. Sampai di teras rumah dia menjawab "yang nikah tadi bukan temanku dek, aku juga ndak kenal dia siapa". (waduh???)

Mukaku kayak orang bego kebingungan. "Trus kok kita kesana?" tanyaku mendesak. Hanya satu jawabannya yang ku ingat, "kamu katanya lapar, jadi aku bawa ke undangan, lumayan... dua piring harganya lima ribu rupiah"

Aku hanya tersenyum meringis, antara suka karena kenyang dan duka karena iba mengingat mempelai wanita dan pria yang memang tidak kenal kami berdua.

1 tanggapan:

Olla Baget mengatakan...

dede... gokilll di tag ke aku dong hehehe....

kangennn.....