PUBLISHED BY

alamuda

DESIGNED BY

jangan paksa aku berjalan jika aku ingin terbang

19 Juni 2009

NEGARA

Negara harus bebaskan biaya pendidikan
Negara harus bebaskan biaya kesehatan
Negara harus ciptakan pekerjaan
Negara harus adil tidak memihak

Itulah tugas negara
Itulah gunanya negara
Itulah artinya negara
Tempat kita bersandar dan berharap

Kenapa tidak ?
Orang kita kaya raya
Baik alamnya
Maupun manusianya

Dan ini yang kita pelajari sejak bayi
Hanya saja kita tak pandai mengolahnya

Oleh karena itu bebaskan biaya pendidikan
Biar kita pandai mengarungi samudera hidup
Biar kita tak mudah dibodohi dan ditipu
Oleh karena itu biarkan kami sehat
Agar mampu menjaga kedaulatan tanah air ini

Negara negara
Negara harus seperti itu
Bukan hanya di surga di duniapun bisa

Negara negara
Negara harus begitu
Kalau tidak bubarkan saja
Atau ku adukan pada sang sepi

Negara harus berikan rasa aman
Negara harus hormati setiap keyakinan
Negara harus bersahabat dengan alam
Negara harus menghargai kebebasan

Itulah tugas negara
Itulah gunanya negara
Itulah artinya negara
Tempat kita bersandar dan berharap
Selain Tuhan

iwan fals - negara mp3 download here

Selanjutnya...

18 Juni 2009

KUE KERANJANG

Kue Keranjang disebut juga sebagai Nian Gao (年糕) atau dalam dialek Hokkian Tii Kwee (甜棵), namanya di dapat dari wadah cetaknya yang berbentuk keranjang. Makanan ini adalah kue yang terbuat dari tepung ketan dan gula, serta mempunyai tekstur yang kenyal dan lengket. Kue ini merupakan salah satu kue khas atau wajib perayaan tahun baru Imlek, walaupun tidak di Beijing pada suatu saat. Kue keranjang ini mulai dipergunakan sebagai sesaji pada upacara sembahyang leluhur, enam hari menjelang tahun baru Imlek (Jie Sie Siang Ang), dan puncaknya pada malam menjelang tahun baru Imlek. Sebagai sesaji, kue ini biasanya tidak dimakan sampai Cap Go Meh (malam ke-15 setelah Imlek).

Dipercaya pada awalnya kue, ini ditujukan sebagai hidangan untuk menyenangkan dewa Tungku agar membawa laporan yang menyenangkan kepada raja Surga (玉皇大帝,Yu Huang Da Di). Selain itu, bentuknya yang bulat bermakna agar keluarga yang merayakan Imlek tersebut dapat terus bersatu, rukun dan bulat tekad dalam menghadapi tahun yang akan datang. Kue keranjang diproduksi banyak kota, salah satunya adalah di Bogor danYogyakarta.

Asal-usul nama kue keranjang yang memiliki nama asli Nien Kao atau Ni-Kwee yang disebut juga kue tahunan karena hanya dibuat setahun sekali pada masa menjelang tahun baru Imlek. Di Jawa Wetan disebut sebagai kue keranjang sebab dicetak dalam sebuah "keranjang" bolong kecil, sedangkan di Jawa Kulon diberi nama Kue Cina untuk menunjukkan asal kue tersebut yaitu Cina, walaupun ada beberapa kalangan yang merujuk pada suku pembuatnya, yaitu orang-orang Tionghoa. Sedangkan dalam dialek Hokkian, tii kwee berarti kue manis, yang menyebabkan orang-orang tidak sulit menebak kalau kue ini rasanya manis.

Di Cina terdapat kebiasaan saat tahun baru Imlek untuk terlebih dahulu menyantap kue keranjang sebelum menyantap nasi sebagai suatu pengharapan agar dapat selalu beruntung dalam pekerjaannya sepanjang tahun.

Nien Kao atau Nian Gao, kata Nian sendiri berati tahun dan Gao berarti kue dan juga terdengar seperti kata tinggi, oleh sebab itu kue keranjang sering disusun tinggi atau bertingkat. Makin ke atas makin mengecil kue yang disusun itu, yang memberikan makna peningkatan dalam hal rezeki atau kemakmuran. Pada zaman dahulu banyaknya atau tingginya kue keranjang menandakan kemakmuran keluarga pemilik rumah. Biasanya kue keranjang disusun ke atas dengan kue mangkok berwarna merah di bagian atasnya. Ini adalah sebagai simbol kehidupan manis yang kian menanjak dan mekar seperti kue mangkok. Kue yang terbuat dari beras ketan dan gula ini dapat disimpan lama, bahkan dengan dijemur dapat menjadi keras seperti batu dan awet. Sebelum menjadi keras kue tersebut dapat disajikan langsung, akan tetapi setelah keras dapat diolah terlebih dahulu dengan digoreng menggunakan tepung dan telur ayam dan disajikan hangat-hangat. Dapat pula dijadikan bubur dengan dikukus (di-tjwee) kemudian ditambahkan bumbu-bumbu kesukaan.

Selanjutnya...

08 Juni 2009

MENYIKAPI BANGSA INDONESIA CARA GUE


Manusia merupakan konsumen, pemahaman tersebut diterapkan sejak dulu hingga sekarang. Hal tersebut juga terjadi pada bangsa Indonesia kebanyakan. Sifat konsumtif sangat melekat di tubuh mereka. Terkadang sikap konsumtif tersebut sering sekali di salah artikan hamper seluruh orang. Jaman yang serba modern membuat orang-orang di sekitar kita akrab dengan sikap instant, pengennya cepat tapi gak perlu tahu bagaimana prosesnya. Orang-orang di buat manja akan hal ini. Terkesan asal jadi dan cepat puas. Alasan mereka memakai tata cara instant ini karena mengikuti jaman. Walhasil, pengaruh tersebut menjadi kegiatan musiman, bukan merupakan rutinitas yang mencetak hasil berkelanjutan.

Ada beberapa musim trend di Indonesia yang berlangsung cepat sekali booming dan seketika itu menghilang. Trend bagiku hanya memperparah keadaan jika tidak di sikapi dengan wajar dan tidak berlebihan.

Pertama, demam selular. Sebut saja namanya HP. Sekitar tahun 2001, HP mulai di kenal oleh beberapa petinggi Indonesia saja karena harga yang melambung tinggi. Hanya bangsa borjuis dan pengusaha kaya yang mampu menjangkau. Beberapa saat setelah itu, para artis mulai memakainya sekitar akhir tahun 2002 dan kemudian booming di pasaran sekitar akhir tahun 2003. Tapi HP belum menjadi kebutuhan primer tiap kalangan saat itu sebab masyarakat masih terbiasa korespondensi dan mengirim berita lewat surat pos. Tapi tahun 2004, HP mulai terbiasa di telinga masyarakat bahkan menjadi sarana yang tak terpisahkan. HP memiliki beberapa keuntungan dan memanjakan konsumen. Apalagi bisa di bawa kemanapun kemana saja kecuali mandi. Jangankan masyarakat ningrat, tukang becak dan penjual sayur keliling sudah punya barang tersebut.

Kedua, demam promo wakil rakyat. Hampir seluruh masyarakat menengah sampai ke bawah berbondong-bondong pajang poster gede di jalan raya, dari yang pajang pose wibawa sampai pake photo orang lain. Padahal, promosi bukan hanya modal tampang saja tapi juga harus di kenal bijak dan dekat dengan masyakarat. Kerugian tersebut berlanjut. Poster juga membuat tata kota tercemar, membuat pengguna jalan dan pengendara motor tersenyum meledek kearah poster. Ada juga poster yang sengaja di letak di sembarang tempat, hasilnya, ada yang di coret bahkan di koyak, sia-sia dan tidak mendidik. Coba berkampanye dengan cara sedikit membangun dan bermanfaat.

Ketiga, bisnis musiman. Di kotaku, kalo ada warung yang dagangannya laris, para tetangga lain berebut bikin warung juga, pengen ngubah nasib katanya. Alasannya biar tambah penghasilan. Padahal kalau di pikir siapa yang mau beli kalau hamper setiap rumah di gang-gang kecil punya warung sendiri-sendiri dirumahnya? Turis berdatangan? Jelas gak mungkinkan?

Ke empat, busana musiman. Nah, ini juga yang perlu di komentari. Setiap orang punya tata cara berpakaian yang beragam dan akan terlihat unik dan memancarkan kepribadian kita ketika cara berpakaian tersebut tidak meniru cara berpakaian orang sekitar, artinya tidak ikut-ikutan.

Ke lima, budaya mewabah internet. Ini juga dikategorikan musiman. Sejak Bill Gates mempublikasikan computer dan segala aplikasi pendukung di computer tersebut. Mulai dikenal jugalah jaringan layanan bernama internet. Jaringan tersebut dapat membuka persepsi bahwa apapun bisa di ketahui dan di mengerti lewat internet. Mulai dari mengirim surat elektronik, making design, gossip (chat) berjaringan sampai dengan cari bahan bacaan. Bagi pengguna internet, hal tersebut dijadikan kamus kedua bagi manusia masa kini, karena fasilitas internet yang memudahkan, para pengguna menobatkannya sebagai Sang Maha Tahu.

Selanjutnya...

07 Juni 2009

ANGIN BIKIN OLENG

Selesai rapat persiapan HUT Organisasi kami yang dilaksanakan 21 Juni nanti, kami lanjutkan diskusi tersebut di tempat warung si Acek dengan dua orang teman, tepatnya di belakang persekolahan Asisi Siantan.

Cuaca terasa dingin siang ini, padahal tadi pagi aku keringatan saat bangun tidur. Aku tengadah ke langit. Mendung mulai terlihat di langit di atas atap warung tempat kami makan. Pekat awan kelihatannya. Aku khawatir pulang sebab tidak ada mantel penangkal hujan. Tapi selesai makan siang, tetap saja ke dua temanku nekat untuk pulang, kata mereka kalau dingin begini enaknya tidur siang.

Angin yang tadinya sepoi-sepoi kini mulai beranjak kencang menyapu rambut kami bertiga. Daun dan sampah-sampah mulai berterbangan kemana-mana. Kami pulang dengan rumah yang berbeda arah. Ada yang tancap gas ke arah utara, ada juga yang ke arah selatan, dan aku ke barat.

Setelah kami pisah, ku pacu motor laju dengan harapan tidak tersiram hujan di tengah jalan. Angin makin kencang bertiup, motor ku oleng ke kanan, seperti berat sebelah. Beberapa kali ku injak rem agar berhati-hati dan tidak jatuh karena angin kencang tersebut. Bayanganku seperti main balap motor di Megamall, oleng kanan genjot kiri.

Kelokan jalan rumah ku sudah hampir sampai kelihatan, beberapa meter lagi sampai. Tapi nasib berkata lain. Hujan langsung mengguyur tanpa ampun. Sia-sia aku ngebut dan melawan angin. Tetap saja aku basah.

Selanjutnya...