PUBLISHED BY

alamuda

DESIGNED BY

jangan paksa aku berjalan jika aku ingin terbang

12 Februari 2011

BERHENTI SEJENAK BUKAN BERARTI TIDUR DALAM PELUKAN WAKTU

Terhitung sejak masuk awal tahun aku jarang merangkai kata seperti saat aku masih aktif di berbagai organisasi dulu. Tulisanku kini hanya mengalir di dalam pikiran dan saat menulis datang, waktuku tidak bisa di bagi karena padat, susah sekali mencari waktu luang untuk menulis. Misalnya, muncul gagasan menggugah suara, kuambil notebook dan kuhadapi, tapi dengan hitungan detik aku bungkam akan ide segar.

Sepertinya makin hari makin surut ide segarku sejak ku tinggalkan waktu, bisa kunamakan sebagai kenangan saja, walau hanya tercantum di Curriculum Vitae. Percuma untuk terus menerus bermimpi, terlalu jauh untuk di raih. Percuma untuk terus menerus berkorban, akhirnya akan terbuang.

Tetapi setelah berfikir untuk tetap hidup, aku terus bersuara dalam tulisan meskipun tidak lantang, demi mimpi dan semangatku walau hanya dalam benak. Tidak banyak yang ku kenal sekarang, kini ku tinggal dalam diamku dan memilih mengikuti keinginan orang sekitarku saja, supaya dapat bertahan hidup.

Sengaja kutinggalkan pedang dan baju perangku, ku lipat rapi dan ku simpan dalam bentuk memori, Supaya tidak ada yang tahu siapa aku dan kekayaan pengetahuanku terdahulu. Sebab semua hak milikku tidak pernah benar-benar aku nikmati. Aku benar-benar hidup sendiri. Daya sosial ku hampir kosong. Daya bangkitku hampir punah. Tapi sungguh, aku bukan jatuh dan tidak pernah sekalipun tertimpa tangga seperti mitos. Aku hanya menunggu kesempatan menjemputku dan melayang bersama.

Orang yang kenal sifatku terdahulu pasti tidak percaya jika kuceritakan hal ini. Tanggapan mereka “kok bisa?” dan terkesan datar. Kemudian mereka ungkit banyak hal yang tidak penting untuk di dengar, bla, bla, bla... dan sebagainya. Sampai aku tertidur seperti mendengar ninabobo yang mendayu. Menurutku, tidak perlu mengungkap apa pernah kita beri bagi orang lain, tapi tunjukkan bahwa kita pernah benar melakukannya, berbuat dan berbagi lebih dari apa yang telah kita lihat dan rasakan, bukan disuarakan dan membanggakan diri.

Aku tidak bisa menilai siapa yang berperan, tapi mungkin seperti jalan yang kutempuh sekarang, kembali di titik nol, aku bisa lebih merencanakan hidup paling baik, bahkan luar biasa.

Hal ini sebenarnya bukan hanya pelajaran bagiku, tapi juga bagi kalian yang membacanya, bahwa bukan seberapa besar kau bermimpi tapi seberapa besar kau karena mimpi itu. Sebab aku rasa mimpi itu seperti pemburu. Kapan kau berlari dan mendapatkan garis aman secara cepat tergantung kau yang menentukan. Sebab tidak semua yang kau perhitungkan dapat dihitung logika, kadang meleset, tapi terkadang juga tepat sasaran. Ini baru awal dari pertarungan, teman.

Orang yang sudah di titik aman bukan penemu, tapi mereka menyempurnakan apa yang sudah mereka ketahui dan menerapkannya. Aku juga pernah merasakan berada di titik aman dulu, bahkan berulangkali, selalu di sanjung dan di hormati berbagai kalangan. Tapi yang kurasakan ketinggian sering membuatku ngeri jika melihat kebawah. Sampai akhirnya aku memutuskan untuk turun dan bersama orang yang masih berada dibawah bergandengan naik menuju puncak. Lalu bersama kami cari solusi dan bersama kami putuskan apa yang tepat dan jelas, tetap ikuti yang terbaik.

Aku tidak tahu ke depan aku akan jadi seperti apa nantinya. Seperti sekarang yang merasakan titik nol kembali? Ataukah kembali segar seperti dahulu ketika semangat juang yang ku yakini melebihi luapan gas? Yang pasti ku tidak pernah berjalan menyimpang dan tetap mencapai sasaran sebelum yang lain mendahului.

Terima kasih untuk kertas usang yang sudah mengizinkanku menulis ditubuhnya. Terima kasih pula pada tinta yang telah mendominasi seluruh tulisan ini. Dengan jujur aku baca tulisan ini berulangkali sampai melewatkan waktu istiharat siang, aku hampir puas dan tersenyum setelah mengkoreksinya.

Terima kasih pada pembaca yang menghabiskan waktunya untuk membaca walaupun hanya separuh tulisan ini. Sujud syukur pula kepada Tuhan yang bersedia menjadi tim sukses untuk menghadiahkan ide segar. Terima kasih atas nasehat keluarga hingga aku dapat kepercayaan untuk menulis lagi walau keadaanku tidak seperti dahulu.

Tetapi maaf jika tidak kuselipkan kata terima kasih kepada para teman dan kerabat, sebab beberapa kali mereka mengecewakan aku.

Jabat Erat,
Margareta Herna

Selanjutnya...