Ketika melintasi sepanjang jalan di kecamatan toba, masih sering kita temui masyarakat lokal membawa kebudu di kepala. Serasa mengenal kembali budaya lama yang sudah hampir banyak ditinggalkan banyak sub suku dayak di kalimantan, dulunya hampir semua menggunakan tas rotan tersebut.
Dalam bahasa kanayatn, kebudu di sebut juga dengan nama tingkalakng. Bagi masyarakat sekadau memberi identitas tas rotan tersebut dengan nama tangkin, sedangkan lewat bahasa mali benda tersebut di beri nama engkalang.
Tas rotan tersebut dapat memuat banyak sekali barang bawaan. Seperti halnya membawa kayu bakar, menggendong anak bayi, menyimpan kain basah yang sudah selesai di cuci dari sungai, tempat untuk mengumpulkan ubi bakar dan dedaunan hutan untuk makanan. Bisa dipastikan, mereka yang masih setia dengan tradisi alami tersebut lebih menghargai alam ketimbang orang – orang yang sudah memakai barang – barang instant buatan pabrik.
Alami dan kelestariannya, itu yang saya tangkap ketika tradisi masih melekat di kalangan masyarakat lokal. Dayak memiliki bahasa sendiri dalam memanfaatkan haknya terhadap alam, kaya akan sub suku dan tradisi yang belum terlupakan. Salah bila bangsa lain mengkalim kebudayaan dayak sebagai bagian dari tradisi nenek moyang mereka.
02 Juni 2010
KEBUDOK, TAS TRDISIONAL DAYAK
Kawasan:
budaya
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 tanggapan:
Posting Komentar