Tepat jam 12 siang. Udara menyengat gerah. Mataharipun sengaja menggigit kulit-kulit pengendara motor seperti kami. Aku salah satunya. Sementara kami berlomba-lomba sampai ke tujuan, motorku tiba-tiba dihentikan lampu merah. Tidak hanya aku yang begitu, beberapa orang disamping dan belakangku melakukan hal yang sama. Tapi ada pula orang-orang yang memilih jalan terus, mumpung tidak ada polisi. Jangankan RUU pornografi, peraturan lalu lintas saja mereka langgar. Tiba-tiba, BRAKK! Seorang pengendara yang jalan terus tadi ditabrak motor dari arah kiri kami. Mungkin disana sudah lampu hijau. Pengendara yang jalan terus tersebut terpental dua kaki dari trotoar. Tidak ada seorangpun yang menolongnya. Kami hanya jadi penonton setia karena baru saja melihat kebodohannya berkendara.
Kulihat mukanya bersimbah darah. Dua giginya jatuh ketanah. Aneh, dia menangis. Padahal lelaki itu sudah seumuran bapakku dirumah. Aku piker dia gila, meraung-raung di simpang empat lampu merah. Di tengah jalan pula. Selang beberapa menit, lampu hijau menyala di pihak kami. Kami berusaha lewat pinggir supaya tidak kena lelaki yang jatuh tadi. Tapi sungguh, raungan serta tangisan lelaki itu semakin kuat. Mendengung rasanya telingaku. Makin lama makin keras. Aku memberhentikan motor ku. Tiba-tiba ada yang menyentuhku katanya “de, bangun”. Aku terkejut lalu melihat sekeliling. Ternyata sudah pagi.
Kulihat mukanya bersimbah darah. Dua giginya jatuh ketanah. Aneh, dia menangis. Padahal lelaki itu sudah seumuran bapakku dirumah. Aku piker dia gila, meraung-raung di simpang empat lampu merah. Di tengah jalan pula. Selang beberapa menit, lampu hijau menyala di pihak kami. Kami berusaha lewat pinggir supaya tidak kena lelaki yang jatuh tadi. Tapi sungguh, raungan serta tangisan lelaki itu semakin kuat. Mendengung rasanya telingaku. Makin lama makin keras. Aku memberhentikan motor ku. Tiba-tiba ada yang menyentuhku katanya “de, bangun”. Aku terkejut lalu melihat sekeliling. Ternyata sudah pagi.
0 tanggapan:
Posting Komentar