mendadak!
perasaan itu yang berkali-kali mengganjal beberapa waktu lalu, tepat tanggal 9 juni 2010, jam 23.25 waktu saya menelpon dan memastikan keberadaan mereka di ruang tunggu Rumah Sakit Antonius Pontianak baik-baik saja. Sebelumnya dua hari saya tidak mengaktifkan handphone, tidak ingin di ganggu oleh dering dan pesan yang masuk. Tapi malam itu, sekitar jam 20.00 wib, saya begitu gelisah, sempat terlintas rasa khawatir dengan teman dekat di salatiga. Saya masih belum tahu kabar saat itu.
Saya hidupkan handphone jam sebelas malam, kemudian masuk dua belas pesan, salah satunya dari kakak sahabat dekat saya, dia minta bantu didoakan ayahnya. Saya hanya berdoa BAPA KAMI saat itu, tidak begitu hapal doa lainnya. Kemudian langsung menelpon menanyakan kondisi dan berharap ada kesembuhan di ruang ICCU. Tiba-tiba, nada kekhawatiran saya tersebut berubah menjadi hentakan kuat denyut syaraf kepala untuk beberapa detik, seperti migran, ketika di telepon terdengar tangisan histeris kakak sahabat saya itu, satu kata yang masih saya ingat ketika dia bilang bahwa "BAPAKKU MENINGGAL".
Lutut saya lesu, lama saya diam dan hanya bisa mendengar tangisannya dalam telepon, pulsa jalan terus, tapi tidak ada satupun hal yang dapat saya lakukan, saat itu hanya kebingungan yang menemani. kemudian saya tarik nafas dan mencoba berkata "HARUS KUAT DEK, TABAH".
(hanya itu dan kemudian mematikan telepon, dada saya hampir sesak, masih shock)
Satu alasan kenapa saya harus nekat pulang ke pontianak lagi walaupun baru beberapa hari meninggalkan pontianak. Saya hanya ingin menepati janji, sebab kemarin saya mengabaikan untuk datang kerumahnya saat beliau mengajak saya berkunjung hari raya paskah ke rumahnya untuk terakhir kali sehari sebelum saya berangkat meninggalkan pontianak. Sekarang bagaimanapun saya harus datang, walau telat. saya baru bisa mendarat empat hari setelah pemakaman dengan beberapa kendala perjalanan, tapi setidaknya saya lega sudah ikut misa tujuh hari dirumahnya dan di pemakaman katholik tempat beliau beristirahat.
sujud doa saya panjatkan untuk almarhum om Fransiskus Ogang, atas budi baiknya semasa hidup dan menjadi motivator saya untuk belajar menabung dan menjadi insirasi besar saya selama menjadi ketua OMK St. Aloysius Gonzaga periode 2008-2010 kemarin. Saya juga mengucapkan terima kasih atas kesetiaan keluarga besar om Fransiskus Ogang yang di tinggal, semoga tetap kokoh walau sempat goyah. Seluruh keluarganya sudah saya anggap kerabat terdekat dan tidak akan tergantikan.
Alpha Omega, Awal dan akhir, jika ada permulaan selalu ada ujung.
jabat erat,
dede dan Keluarga Besar Stefanus Ahmadi
21 Juni 2010
PULANG BERSAMA JANJI YANG TERTINGGAL
02 Juni 2010
KEBUDOK, TAS TRDISIONAL DAYAK
Ketika melintasi sepanjang jalan di kecamatan toba, masih sering kita temui masyarakat lokal membawa kebudu di kepala. Serasa mengenal kembali budaya lama yang sudah hampir banyak ditinggalkan banyak sub suku dayak di kalimantan, dulunya hampir semua menggunakan tas rotan tersebut.
Dalam bahasa kanayatn, kebudu di sebut juga dengan nama tingkalakng. Bagi masyarakat sekadau memberi identitas tas rotan tersebut dengan nama tangkin, sedangkan lewat bahasa mali benda tersebut di beri nama engkalang.
Tas rotan tersebut dapat memuat banyak sekali barang bawaan. Seperti halnya membawa kayu bakar, menggendong anak bayi, menyimpan kain basah yang sudah selesai di cuci dari sungai, tempat untuk mengumpulkan ubi bakar dan dedaunan hutan untuk makanan. Bisa dipastikan, mereka yang masih setia dengan tradisi alami tersebut lebih menghargai alam ketimbang orang – orang yang sudah memakai barang – barang instant buatan pabrik.
Alami dan kelestariannya, itu yang saya tangkap ketika tradisi masih melekat di kalangan masyarakat lokal. Dayak memiliki bahasa sendiri dalam memanfaatkan haknya terhadap alam, kaya akan sub suku dan tradisi yang belum terlupakan. Salah bila bangsa lain mengkalim kebudayaan dayak sebagai bagian dari tradisi nenek moyang mereka.