Namun kemudian tiba berita yang mengejutkanku, ketika aku sedang presentasi materi dialog pendidikan di salah satu sudut kota. Pesan dari adikmu bahwa aku harus menemuimu secepat yang aku bisa. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Aku tidak tahu berapa jarak yang ku tempuh untuk bisa ketemu engkau. Aku rindu alam mu. Banyak pengetahuan yang aku dapat darimu. Dari mulai main di pematang sawah, cari ikan di sungai, tidur-tiduran di pohon, sampai kebut-kebutan di jalanan. Aku memandang itu sebagai pelajaran berharga sebab aku tidak pernah merasakan kenyamanan itu di kota tempat tinggalku yang banyak polusi udara dan sampah.
Sejak kita lulus SMA, kita jarang untuk saling mengunjungi lagi. Terpisah oleh kota yang berbeda. Kau sudah sepenuhnya ku anggap saudara sendiri sebab kaulah yang mengerti sepenuhnya aku.
Ketika tiba di depan teras rumah mu, banyak sekali orang. Aku tersenyum bangga, pikirku akhirnya engkau menikah juga. Aku duduk di bangku teras bersama orang-orang yang tidak begitu aku kenal. Tiba-tiba, ada yang menyuruhku masuk ke dalam. Aku mengiyakan, lalu menjinjing tasku masuk ke dalam. Tapi, mataku membentur sesuatu. Bapak dan Ibuku juga disitu. Aku tidak memperdulikan mereka, aku hanya ingin bertemu engkau. Tapi ketika kutanyakan pada adikmu, aku mendapat jawaban yang tidak kuinginkan. Engkau telah meninggalkan kami semua.
Berdasarkan penjelasan dari adikmu, bahwa engkau mengidap kanker yang sudah parah dan ternyata engkau mengetahuinya. Tapi sayangnya, mengapa engkau tidak memberitahukan padaku perihal ini. Ketika kita bertemu yang terakhir kalinya tahun lalu, tubuh mu sudah mulai menyusut, dan rambutnya yang dulunya indah sudah tipis dan kering. Namun, matamu tetap bercahaya. Tapi aku tidak menangkap gejala itu. Aku hanya tahu bahwa pertemuan kita adalah kado ulang tahun ku yang sangat berharga.
Tak lama, setelah mendengar ceritamu, aku memaksa adikmu untuk bertemu engkau di rumah barumu. Rintik hujan menghantar perjalanan kami kesana. Aku tahu engkau menunggu kedatanganku. Aku membelikan semua kesukaanmu, mulai dari permen lolipop, LA menthol besar, dan kaset rekaman kita yang hampir rampung kukerjakan. Aku tak dapat berkata apapun saat menginjakkan kaki di tanah basah tempat kau tinggal sekarang. Aku ingin membangunkan tidurmu saat itu. Aku tidak menghiraukan cacing, lembabnya tanah ataupun udara yang kian lama menusuk tulang.
Ketika engkau tidak sempat memelukku saat ini sebagai seorang sahabat, aku baru mulai serius melacak Tuhan. Dan ketika kesedihan itu hanya aku yang merasakan,aku serasa benar-benar menggedor-gedor pintu surga. Tapi mengpa tak terjadi apa pun, aku menyesal mungkin sudah lewat masanya. Aku berhenti berharap untuk melakukan segala hal-hal penting. Aku memutuskan untuk tidak memperdulikan apapun disekelilingku. Aku tahu bahwa kesedihan yang paling dalam adalah menjalani hidup tanpa mencintai. Tapi hampir sama sedihnya, meninggalkan dunia ini tanpa mengatakan pada orang yang saya cintai bahwa engkau sangat mencintainya.