Anda merasa kehidupan sehari-hari Anda bersifat rutin, biasa-biasa saja. Tidak ada lagi sesuatu yang membuat anda tersenyum dan riang. Kemudian Anda menginginkan sesuatu yang tak biasa, sesuatu yang luar biasa terjadi pada Anda. Anda menginginkan sebuah kehidupan yang lain dari kehidupan Anda saat ini. Anda menjadi sering melamun, atau mengantuk jika Anda terpaksa harus menghadapi kenyataan sehari-hari. Kebosanan merupakan gejala sehari-hari yang menghinggapi banyak orang, terutama orang-orang yang hidup di alam modern. Perhatikan anak-anak sekolah, atau mahasiswa ketika berada di ruang kelas. Mereka menguap, mengantuk, mencorat-coret sesuatu di kertasnya bahkan di mejanya.
Hal yang sama juga terjadi pada banyak pekerja. Dalam situasi seperti itu, yang diinginkan adalah hiburan dan sensasi. Tidak mengherankan jika dunia entertainment menjadi laku keras. Orang menginginkan hiburan, barang-barang bergemerlapan untuk melupakan kebosanan. Para pembosan adalah budak yang baik untuk industri hiburan, makanan kecil serta barang-barang mewah.
Lebih ekstrem lagi, untuk lari dari kebosanan orang melakukan petualangan-petualangan liar (kalau tidak secara nyata sekurang-kurangnya berimajinasi melakukannya). biasanya berkaitan dengan hal-hal yang dapat dengan mudah membangkitkan gairah, yakni hal-hal ber adrenaline (menonton film horor, mengkonsumsi berita pembunuhan atau melakukan hal-hal yang membahayakan lainnya), seks (berganti-ganti pacar, berselingkuh, nonton film porno, membaca novel romantis) atau makanan (melakukan petualangan kuliner, ingin makan apa saja atau menanti-nantikan pak Bondan bilang maknyus,hehe...). Ketiga tombol itu lebih mudah menimbulkan gairah ketimbang hal-hal lainnya karena proses evolusi manusia tergantung pada kapasitas.
Konsekuensi lain dari kebosanan adalah depresi. Orang yang mengalami kebosanan terus-menerus merasa menjadi tak berdaya. Merasa hidupnya tak berarti. Selain itu, orang-orang yang sering merasa bosan juga cenderung tidak dapat memaksimalkan kemampuannya dalam pekerjaan maupun prestasi akademik. Bersiap-siaplah menjadi seorang medioker, pemurung atau pecandu narkoba.
Hal itulah, makanya penulis menyikapi hal tersebut dengan dimulai dengan pertanyaan mengapa bosan. Salah satu sudut pandang yang dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan di atas adalah psikoanalisis. Orang menjadi bosan karena merasa dirinya tidak tertampung terhadap realitas yang dihadapi atau aktivitas yang dikerjakannya. Ia seperti menghadapi sesuatu yang bukan dirinya yang dipaksakan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Dalam sudut pandang wajar, kebosanan menjadi dekat dengan rasa terasing dengan diri sendiri. Contohnya para pekerja, mengerjakan suatu barang yang tidak diinginkannya, tetapi yang diinginkan oleh majikannya. Rasa bosan itu diperkuat oleh sifat monoton pekerjaan. Berbeda sekali dengan bagaimana seorang seniman bekerja. Ia menjadi perancang karyanya, memberikan cita rasa diri di dalam karya yang dikerjakannya.
Hal diatas menggambarkan bagaimana seseorang berhubungan dengan aktivitasnya. Hubungan kita dengan realitas berada di antara keduanya. Pertanyaannya bagaimana Anda memperlakukan hidup? Apakah Anda bersikap sebagai orang suruhan ataukah Anda bersikap sebagai seniman terhadap kehidupan Anda?
Proses menjadi budak sudah berlangsung semenjak kita kanak-kanak, ketika kita mendefinisikan realitas seturut kemauan orang dewasa dan bukan kemauan kita. Kita merepresi keinginan kita dan sekaligus cara pandang kita terhadap realitas, karena menjadi berbeda dengan orang-orang dewasa yang lebih berkuasa. Tetapi kita diposisikan untuk takut tidak dicintai, takut ditinggalkan.Sejauh hal itu diterima oleh orang kebanyakan, sejauh itu sesuai dengan opini orang dewasa kebanyakan. Di samping itu mengikuti idiom dan kemauan orang lain membebaskan kita dari keharusan untuk membuat keputusan, untuk memikirkan sendiri apa yang sedang kita hadapi.
Terkadang, banyak cara untuk membebaskan diri dari rasa bosan. Penulis tidak bermaksud untuk menyarankan Anda menjadi liar. Penulis hanya ingin Anda mempertimbangkan kebiasaan-kebiasaan emosional secara rutinitas membuat Anda tidak dapat menjumpai kenyataan secara langsung sedalam-dalamnya. Sebab kenyataan yang kita hadapi jauh lebih kaya ketimbang pendapat-pendapat yang kita buat. Menjadi bosan sama juga dengan memasuki sebuah sekat pembatas. Dan rasa bosan itu pulalah yang menjauhkan kita pada pertemuan yang sesungguhnya dengan kenyataan. Di dalam kebosanan terdapat rasa penolakan terhadap apa yang kita hadapi. Bagaimana kita dapat memperoleh pandangan baru terhadap realitas yang kita hadapi jika kita merasa enggan untuk menemukannya sendiri.
Satu-satunya cara untuk keluar adalah menghadapinya dan bukan lari kepada banyak hal di luarnya yang menjanjikan sensasi atau melarikan diri ke dalam rasa kantuk lalu tertidur. Kebosanan tak perlu dihindari, malahan ia dapat menjadi saat yang tepat untuk merefleksikan diri. Salah satu caranya adalah membebaskan diri dari semua belenggu yaitu mediasi. Orang hanya di minta untuk bersikap hening, menatap realitas apa adanya, dan mengamati pikiran-pikiran yang muncul tanpa menghakiminya. Amati saja kenyataan yang Anda hadapi sekarang, tidak perlu menurut pada perasaan untuk lepas dari kenyataan itu.
Hal yang sama juga terjadi pada banyak pekerja. Dalam situasi seperti itu, yang diinginkan adalah hiburan dan sensasi. Tidak mengherankan jika dunia entertainment menjadi laku keras. Orang menginginkan hiburan, barang-barang bergemerlapan untuk melupakan kebosanan. Para pembosan adalah budak yang baik untuk industri hiburan, makanan kecil serta barang-barang mewah.
Lebih ekstrem lagi, untuk lari dari kebosanan orang melakukan petualangan-petualangan liar (kalau tidak secara nyata sekurang-kurangnya berimajinasi melakukannya). biasanya berkaitan dengan hal-hal yang dapat dengan mudah membangkitkan gairah, yakni hal-hal ber adrenaline (menonton film horor, mengkonsumsi berita pembunuhan atau melakukan hal-hal yang membahayakan lainnya), seks (berganti-ganti pacar, berselingkuh, nonton film porno, membaca novel romantis) atau makanan (melakukan petualangan kuliner, ingin makan apa saja atau menanti-nantikan pak Bondan bilang maknyus,hehe...). Ketiga tombol itu lebih mudah menimbulkan gairah ketimbang hal-hal lainnya karena proses evolusi manusia tergantung pada kapasitas.
Konsekuensi lain dari kebosanan adalah depresi. Orang yang mengalami kebosanan terus-menerus merasa menjadi tak berdaya. Merasa hidupnya tak berarti. Selain itu, orang-orang yang sering merasa bosan juga cenderung tidak dapat memaksimalkan kemampuannya dalam pekerjaan maupun prestasi akademik. Bersiap-siaplah menjadi seorang medioker, pemurung atau pecandu narkoba.
Hal itulah, makanya penulis menyikapi hal tersebut dengan dimulai dengan pertanyaan mengapa bosan. Salah satu sudut pandang yang dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan di atas adalah psikoanalisis. Orang menjadi bosan karena merasa dirinya tidak tertampung terhadap realitas yang dihadapi atau aktivitas yang dikerjakannya. Ia seperti menghadapi sesuatu yang bukan dirinya yang dipaksakan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya. Dalam sudut pandang wajar, kebosanan menjadi dekat dengan rasa terasing dengan diri sendiri. Contohnya para pekerja, mengerjakan suatu barang yang tidak diinginkannya, tetapi yang diinginkan oleh majikannya. Rasa bosan itu diperkuat oleh sifat monoton pekerjaan. Berbeda sekali dengan bagaimana seorang seniman bekerja. Ia menjadi perancang karyanya, memberikan cita rasa diri di dalam karya yang dikerjakannya.
Hal diatas menggambarkan bagaimana seseorang berhubungan dengan aktivitasnya. Hubungan kita dengan realitas berada di antara keduanya. Pertanyaannya bagaimana Anda memperlakukan hidup? Apakah Anda bersikap sebagai orang suruhan ataukah Anda bersikap sebagai seniman terhadap kehidupan Anda?
Proses menjadi budak sudah berlangsung semenjak kita kanak-kanak, ketika kita mendefinisikan realitas seturut kemauan orang dewasa dan bukan kemauan kita. Kita merepresi keinginan kita dan sekaligus cara pandang kita terhadap realitas, karena menjadi berbeda dengan orang-orang dewasa yang lebih berkuasa. Tetapi kita diposisikan untuk takut tidak dicintai, takut ditinggalkan.Sejauh hal itu diterima oleh orang kebanyakan, sejauh itu sesuai dengan opini orang dewasa kebanyakan. Di samping itu mengikuti idiom dan kemauan orang lain membebaskan kita dari keharusan untuk membuat keputusan, untuk memikirkan sendiri apa yang sedang kita hadapi.
Terkadang, banyak cara untuk membebaskan diri dari rasa bosan. Penulis tidak bermaksud untuk menyarankan Anda menjadi liar. Penulis hanya ingin Anda mempertimbangkan kebiasaan-kebiasaan emosional secara rutinitas membuat Anda tidak dapat menjumpai kenyataan secara langsung sedalam-dalamnya. Sebab kenyataan yang kita hadapi jauh lebih kaya ketimbang pendapat-pendapat yang kita buat. Menjadi bosan sama juga dengan memasuki sebuah sekat pembatas. Dan rasa bosan itu pulalah yang menjauhkan kita pada pertemuan yang sesungguhnya dengan kenyataan. Di dalam kebosanan terdapat rasa penolakan terhadap apa yang kita hadapi. Bagaimana kita dapat memperoleh pandangan baru terhadap realitas yang kita hadapi jika kita merasa enggan untuk menemukannya sendiri.
Satu-satunya cara untuk keluar adalah menghadapinya dan bukan lari kepada banyak hal di luarnya yang menjanjikan sensasi atau melarikan diri ke dalam rasa kantuk lalu tertidur. Kebosanan tak perlu dihindari, malahan ia dapat menjadi saat yang tepat untuk merefleksikan diri. Salah satu caranya adalah membebaskan diri dari semua belenggu yaitu mediasi. Orang hanya di minta untuk bersikap hening, menatap realitas apa adanya, dan mengamati pikiran-pikiran yang muncul tanpa menghakiminya. Amati saja kenyataan yang Anda hadapi sekarang, tidak perlu menurut pada perasaan untuk lepas dari kenyataan itu.
0 tanggapan:
Posting Komentar