PUBLISHED BY

alamuda

DESIGNED BY

jangan paksa aku berjalan jika aku ingin terbang

04 Juli 2010

PARADIGMA UANG RECEH

Uang receh adalah penguji yg kelihatan kecil atau sepele, tapi jika lulus dan tulus melakukan pekerjaan kecil maka membuktikan bahwa iman dan perkataan selaras dengan perbuatannya. Namun sekarang, iman yang ada dalam diri orang percaya seakan sudah menjadi "barang" langka. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak pejabat yang tidak jujur dalam melakukan tugasnya. Pejabat dan pengusaha berkolusi melakukan penipuan besar, sedangkan karyawan dan buruh kecil melakukan penipuan kecil. Menipu sama halnya dengan mencuri, tapi jika menipu merupakan pencurian yang sudah direncanakan sebelumnya.

Mencuri berarti mengambil barang milik orang lain tanpa izin pemilik. Dapat dikatakan bahwa hampir semua anak yang bermasalah memiliki masalah perilaku ini. Berikut merupakan bentuk masalah yang dihadapi oleh orang yang senang melakukan pencurian atau penipuan:

1. Adanya keinginan untuk memiliki.
Karena keinginan untuk memiliki begitu menggoda, maka orang akan melakukan pencurian. Keinginan ini dapat timbul karena orang tersebut sering kurang mampu menguasai diri. Ini biasa terjadi bila orang terlalu dilindungi. Biasanya perilaku di mulai dari kecil, ketika seorang anak akan lebih sering lagi mencuri bila orang tua tidak menyelidiki mengapa barang atau uang dalam rumah sering hilang, atau ibu tahu anak telah mengambil barang di toko, lalu dibayarkan secara diam-diam. Penyebab lain bisa karena anak lahir dari keluarga miskin. Kemiskinan telah merisaukan dirinya. Apa yang menjadi kebutuhannya tidak dapat terpenuhi, selain dengan mencuri.

2. Tidak ada pendidikan moral dalam keluarga.
Dalam keluarga harus ada pendidikan moral yang benar. Sekalipun pada hal kecil. Jika seorang anak terdidik dengan pelajaran rakus (tamak) akan merangsang anak untuk mencuri, baik itu mencuri bunga, buah, alat-alat atau barang-barang milik orang lain.

3. Sekadar menarik perhatian.
Ada orang yang mencuri karena ingin menarik perhatian orang lain di sekitarnya. Apabila ia tidak dapat memperoleh perhatian dengan benar, maka ia melakukannya dengan cara mencuri untuk memperoleh perhatian itu. Upaya menarik perhatian itu meskipun negatif, bahkan mungkin ia dimarahi atau dihukum, tetapi konsekuensi itu lebih baik daripada tidak diperhatikan. Tindakan pencurian ini lebih karena unsur kekurangan moral ketimbangan masalah kejiwaan.

4. Mengharapkan untuk diterima.
Kadangkala ada anak yang memiliki perasaan rendah diri, tetapi sangat berharap untuk dapat diterima, namun tidak ada bakat yang menonjol atau paras muka yang cakap yang dapat dijadikan alasan untuk diterima. Oleh karena itu supaya dapat diterima sebagai teman, ia lalu mencuri uang dan dengan uang curian, ia mengundang makan dan memegahkan diri di hadapan teman-temannya.

5. Terperangkap oleh jiwa memberontak.
Anak merasa tidak puas setelah ditegur dan dihukum oleh orang tua atau guru, lalu mencuri untuk melawan. Ada juga anak yang karena merasa ayah dan ibunya lebih mencintai saudara yang lain, ia mencuri untuk melawan.

6. Ingin menonjolkan rasa kebersatuan.
Karena ingin menonjolkan rasa kebersatuan yang tinggi, seorang melakukan pencurian bersama-sama dalam satu kelompok. Dalam kelompok itu, mereka merasakan adanya suasana kebersamaan dan juga timbulnya rasa kebanggaan terhadap kepahlawanan seseorang sehingga mencuri dianggap sebagai terobosan untuk menikmati kebahagiaan.

7. Penyakit.
Mencuri merupakan gejala penyakit klepto. Ini terjadi karena konflik jiwa mengalami karakter ganda dan perilakunya berbeda dengan biasanya.


PENYELESAIAN MASALAH

1. Mencukupi kebutuhan.
Banyak orang suka mencuri karena keinginan yang dibutuhkan belum terpenuhi. Sebaiknya orang terdekat mengoreksi diri, apakah ada kebutuhan anak yang belum dicukupi? Kelalaian itu bisa terjadi dalam berbagai bentuk.

2. Memberi perhatian cukup.
Ada pencurian karena adanya ketidakstabilan dalam jiwa seseorang. Orang terdekat yang sibuk hanya tahu mencukupi kebutuhan secara materi, tetapi melalaikan kebutuhan rohani.

3. Mengenali pergaulan.
Ketika diketahui orang mulai suka mencuri, segera selidiki lebih dahulu tentang teman-temannya. Apakah ia bergaul dengan teman- teman yang berperangai buruk, yang menganggap mencuri itu satu keberanian atau mereka diancam untuk mencuri. Jika benar teman- teman itu yang bermasalah, maka dengan sabar orang terdekat mengajar dan menjelaskan akibat buruk dari mencuri.

4. Menyelidiki motivasinya.
Cobalah untuk mengetahui kehidupan sosial orang itu, mungkin mereka sedang berpacaran atau sedang terjerumus pada obat-obat terlarang seperti: ganja atau minuman keras. Bila orang terdekat teliti menyelidiki motivasi orang mencuri, maka akan lebih mudah mengatasi masalahnya.

5. Memasukkan konsep nilai yang benar.
Sejak kecil orang tua sudah harus mendidik perbedaan antara "ini milik kamu" dan "ini milik saya". Jangan membiarkan anak sembarangan mengambil barang orang lain. Kalau dalam tas atau di saku ditemukan barang milik teman, anak harus segera mengembalikannya. Menerapkan konsep yang benar harus disertai dengan teladan yang baik supaya anak tidak tamak terhadap hal apa pun sekalipun itu hal yang kecil atau sembarangan meminjam barang milik orang lain. Berikanlah penghargaan dan pujian bila mereka mampu mengurus atau mengatur barangnya sendiri.

6. Melakukan usaha secara bersama.
Jika orang dengan sendirinya tidak berniat untuk membuang kebiasaan jelek, meskipun orang terdekat atau guru memaksa atau menekan mereka, hasilnya tetap akan sia-sia. Usahakanlah untuk bekerja sama dengan orang tersebut, menjelaskan sebab-akibat dari tindak mencuri, atau membantu mereka untuk mencari jalan ke luar yang bisa dilakukan, kemudian berdoalah bersama dengan orang tersebut, usahakan berbicara empat mata, dari hati ke hati.

7. Mendidiknya dalam kebenaran.
Bunyi perintah dalam Sepuluh Perintah Allah sangat jelas, "Jangan mencuri!" (Kel 20:15). Hati nurani manusia akan berbicara bahwa mencuri itu dosa dan Allah akan menghukum dosa itu. Apabila anak itu dalam kelemahannya telah berbuat dosa, berikan pengertian bahwa ia tetap dikasihi, apalagi oleh Allah. Apabila sebagai orang dewasa dapat memaafkan mereka, maka Allah pun dapat mengampuni mereka. Pujilah Tuhan, seperti apa yang dikatakan oleh Rasul Paulus, bahwa "segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku" (Flp 4:13). Setelah dibimbing, orang mungkin masih dapat lupa dan melakukan kesalahan yang sama, tetapi dengan seringnya diingatkan dan di sertai, akan ada perubahan positif yang bertahap.

(dari seorang teman curhat)

0 tanggapan: